MOTIVASI
- Pentingnya Motivasi
Motivasi
adalah keadaan internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan
perilaku. Psikologi pendidikan penelitian tentang motivasi berkaitan
dengan kemauan atau akan bahwa siswa membawa ke tugas, tingkat
ketertarikan mereka dan motivasi intrinsik, tujuan pribadi berpendapat
bahwa memandu perilaku mereka, dan keyakinan mereka tentang penyebab
keberhasilan atau kegagalan. Seperti penawaran motivasi intrinsik
dengan kegiatan yang bertindak sebagai imbalan mereka sendiri,
kesepakatan motivasi ekstrinsik dengan motivasi yang disebabkan oleh
konsekuensi atau hukuman.
Suatu
bentuk teori atribusi yang dikembangkan oleh Bernard Weiner [38]
menjelaskan bagaimana keyakinan siswa tentang penyebab keberhasilan
atau kegagalan akademis mempengaruhi emosi dan motivasi mereka.
Misalnya, ketika siswa mengaitkan kegagalan dengan kurangnya
kemampuan, dan kemampuan dianggap sebagai tak terkendali, mereka
mengalami emosi rasa malu dan malu dan akibatnya mengurangi usaha dan
menunjukkan kinerja yang lebih miskin. Sebaliknya, ketika siswa
mengaitkan kegagalan dengan kurangnya usaha, dan usaha yang dianggap
sebagai terkendali, mereka mengalami emosi rasa bersalah dan akibatnya
meningkatkan upaya dan menunjukkan perbaikan kinerja.
Teori
motivasi juga menjelaskan bagaimana tujuan pembelajar 'mempengaruhi
cara mereka terlibat dengan tugas-tugas akademik [39]. Mereka yang
memiliki tujuan penguasaan berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan mereka. Mereka yang memiliki tujuan kinerja pendekatan
yang berusaha untuk kelas tinggi dan mencari kesempatan untuk
menunjukkan kemampuan mereka. Mereka yang memiliki tujuan
menghindari kinerja didorong oleh ketakutan akan kegagalan dan
menghindari situasi di mana kemampuan mereka yang terkena.
Penelitian telah menemukan bahwa penguasaan tujuan yang dikaitkan
dengan hasil positif seperti ketekunan dalam menghadapi kegagalan,
preferensi untuk tugas-tugas yang menantang, kreativitas dan motivasi
intrinsik. Kinerja tujuan menghindari berhubungan dengan hasil
negatif seperti kurang konsentrasi saat belajar, belajar tidak
teratur, kurang swa-regulasi, pengolahan informasi dangkal dan
kecemasan tes. Pendekatan tujuan kinerja yang dikaitkan dengan hasil
positif, dan beberapa hasil negatif seperti keengganan untuk mencari
bantuan dan pengolahan informasi dangkal.
- Teori-teori Motivasi
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan
suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah
sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik,
manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi,
Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
(1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada
kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi
rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai
tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran
kegiatan.
Untuk
memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori
tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3)
teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua
Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori
Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari
berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294;
Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya
berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological
needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan
rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih
sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang
pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5)
aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya
sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan
klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan
manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman
tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik”
Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”.
Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki”
dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,-
dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu
sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula
seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia
makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat,
akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara
simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada
waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.
Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi
atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut
secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak
lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.”
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E =
Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan)
Jika
makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting.
Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model
yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat
dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow;
“ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat
menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa
berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara
serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa
:
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan
diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain
memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan
ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan
“ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan
faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang
mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber
dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang
berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut
Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain
ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status
seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan
atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik
penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan
yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti
teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan
hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat
dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai
persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai.
Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi
organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi,
sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para
pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing,
pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin
Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan
perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor
H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”.
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya
terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan
dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh
hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal
yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi
rendah.
Di
kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia
teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan
tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam
menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang
paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini
dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi
cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai
teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada
kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan
berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.
Padahal
dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari
perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri
seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam
hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang
mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan
perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.
Contoh
yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat
pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji
yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi
perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan
lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan
mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh
sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali
mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan
dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi
sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada
modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat
tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik
tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang
sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan,
para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem
motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan
model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan
di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup
dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut
model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada
faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
(b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan;
(f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan
faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
(a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada
umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
- Teori Isi (CONTENT THEORY)
A. Teori isi terdiri dari 4 teori pendukung, yaitu :
1. Teori Hierarki
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
1. fisiologis (physiological)
2. keselamatan atau keamanan (safety and security)
3. rasa memiliki atau social (belongingness and love)
4. penghargaan (esteem)
5. aktualisasi diri (self actualizatin).
Menurutnya
kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu urutan hierarkis,
dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat hingga
terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan
lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu kebutuhan pada
urutan paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum
kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif.
2. Teori ERG
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
1. Eksistence (E) atau Eksistensi
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
2. Relatedness (R) atau keterkaitan
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
3. Growth (G) atau pertumbuhan
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa :
Pertama :
bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
• Frustration - Regression
• Satisfaction – Progression
Pertama :
bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
• Frustration - Regression
• Satisfaction – Progression
3. Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah:
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah:
1. Achievement Motive (nAch): Motif untuk berprestasi
Masyarakat
dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk menghindari
situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat
tinggi. Situasi dengan resiko yang sangat kecil menjadikan prestasi
yang dicapai akan terasa kurang murni, karena sedikitnya tantangan.
Sedangkan situasi dengan risiko yang terlalu tinggi juga dihindari
dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang dihasilkan dengan usaha
yang dilakukan. Pada umumnya mereka lebih suka pada pekerjaan yang
memiliki peluang atau kemungkinan sukses yang moderat, peluangya
50%-50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk memonitor kemajuan
dari hasil atau prestasi yang mereka capai.
2. Affiliation Motive (nAff): Motif untuk bersahabat.
Mereka
yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat menginginkan
hubungan yang harminis dengan orang lain dan sangat ingin untuk merasa
diterima oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri
dengan sistem norma dan nilai dari lingkungan mereka berada. Mereka
akan memilih pekerjaan yang meberikan hasil positif yang signifikan
dalam hubungan antar pribadi. Mereka kana sangat senang menjadi bagian
dari suatu kelompok dan sangat mengutamakan interaksi solsial. Mereka
umumnya akan maksimal dalam pelayanan terhadap konsumen dan interkasi
dengan konsumen (customer service and client interaction situations).
3. Power Motive (nPow) : Motif untuk berkuasa
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
a. Personal power
Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
b. Institutional power
Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Manajer dengan institutional power motive yang tinggi umumnya lebih efektif dari manajer dengan individual power motive yang besar. Power motif ini berhububgan erat dengan emotional maturity.
Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Manajer dengan institutional power motive yang tinggi umumnya lebih efektif dari manajer dengan individual power motive yang besar. Power motif ini berhububgan erat dengan emotional maturity.
4. Teori Dua Faktor
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia:
a. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivator Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia:
a. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivator Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
b. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
TEORI-TEORI PROSES KOMUNIKASI
- Pengertian Komunikasi
Komunikasi
adalah, proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan antara
dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang
dimaksud dapat dimengerti.
Proses
komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada
komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara
komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan
untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan
komunikasi pada umumnya). Proses komunikasi, banyak melalui
perkembangan.
Proses komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi.
- Proses Komunikasi
Tahapan proses komunikasi adalah sebagai berikut :
1.Penginterpretasian.
2.Penyandian.
3Pengiriman.
4Perjalanan.
5Penerimaan.
6Penyandian balik.
7Penginterpretasian.
- Saluran Komunikasi dalam Organisasi
saluran komunikasi di bagi menjadi 2,yaitu :
1.komunikasi FORMAL,yaitu
2.komunikasi INFORMAL, yaitu manfaat jaringan komunikasi informal, sifat dari jaringan
komunikasi
informal, peran-peran yang ada dalam jaringan komunikasi
informal,model-model klik yang terbentuk beserta pola yang ada dalam
klik tersebut.
- Peranan Komunikasi INFORMAL
organisasi
informal merupakan suatu hal yang janggal, yang merupakan akibat
gagalnya komunikasi formal yang memunculkan ketidakstabilan organisasi
formal. Bentuk komunikasi informal dapat berupa pertemuan yang tidak
direncanakan, seperti: bertemu dan ngobrol di kantin pada jam makan
siang, di resepsi, atau pertemuan lainnya. Komunikasi informal ini
mempunyai hal-hal yang positif, seperti:
a. Bila jalan yang ditempuh melalui komunikasi formal melewati hambatan, dengan terpaksa digunakan komunikasi informal.
b. Dalam suasana konflik dan penuh ketegangan.
c. Sebagai sarana komunikasi.
- Hambatan-hambatan komunikasi efektif
Di
dalam komunikasi-arti-fungsi-dan-bentuk.selalu ada hambatan yang
dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi Sehingga
informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan
dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow,ada hambatan-hambatan yang menyebabkan faktor-faktor-yang-berkaitan-dengan.
komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992)
Adanya
perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap
manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus
tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan
tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau
pendapatnya.
Faktor
semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai
alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi
kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar
memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau
kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian
(misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada
gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication).
Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti
contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi
keledai dan lain-lain.
Perceptual
distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang
sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara
mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi
terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu
dengan yang lainnya.
Hambatan
yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama
dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku,
ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang
memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan”
dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa
mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
Hambatan
ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses
berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau
kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
gangguan
yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan
komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan
telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul,
gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada
surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan
jelas.
Hambatan
tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver
tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang
terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh :
Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para
karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak
memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan
gagasan seorang manajer.
- Peningkatan Efektifitas Komunikasi
peningkatan
efektifitas komunikasi dalam suatu organisasi sangat penting sebab
dengan adanya efektifitas dalam berkomunikasi dapat memperlancar
hubungan dalam berorganisasi antara satu perusahaan atau organisasi
dengan perusahaan atau organisasi yang lain.
Sumber:
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/
http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2009/10/13/hambatan-hambatan-dalam-komunikasi/
http://muhammadkhadapi.blogspot.com/2010/12/pandangan-motivasi-dalam-organisasi.html
http://noviraekaputri.blogspot.com/2010/11/teori-isi-content-theory.html
http://muhammadkhadapi.blogspot.com/2010/12/komunikasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar